Sabtu, 17 Desember 2011

KELUARGA KAYA DI GEREJA KAMI



Shalom pasukan doa!

Saya takkan pernah melupakan peristiwa ini yg terjadi pada tahun 1946, ketika umur saya 14 tahun, adik perempuan saya Ocy, 12 thn, dan kakak perempuan saya Darlene, 16 thn. Kami tinggal di rumah bersama ibu dan kami berempat tahu bagaimana rasanya hidup tanpa banyak hal. Ayah saya meninggal 5 thn sebelumnya, meninggalkan ibu saya dengan 7 anak usia sekolah untuk dibesarkan tanpa uang. Pada tahun 1946 kakak sulung saya menikah dan beberapa yg lain telah meninggalkan rumah.

Suatu hari gembala gereja mengumumkan bahwa suatu persembahan khusus akan dikmpulkan utk menolong sebuah keluarga miskin. Ia meminta semua orang menabung dan memberi dengan suka rela. Sesampai di rumah kami berbicara tentang apa yg bisa kami lakukan. Kami sepakat untuk mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya untuk persembahan tersebut. Kami memutuskan membeli 50 pon kentang dan hidup dari itu selama sebulan. Itu memungkinkan kami menabung 20 dollar dari uang makan kami. Lalu kami berpikir kalau kami memadamkan lampu2 listrik kami sebisa mungkin dan tidak mendengarkan radio, kami akan menghemat uang utk rekening listrik bulan ini.

Darlene mengambil pekerjaan membersihkan rumah dan halaman sebanyak mungkin, dan kami berdua menjadi pengasuh bayi utk siapa saja sebisa kami. Dengan 15cent kami bisa membeli cukup banyak gulungan kapas utk membuat potholder (bahan tebal utk memegang panci atau piring panas) dan menjualnya seharga satu dolar. Kami memperoleh 20 dolar dari penjualan potholder. Bulan itu adalah salah satu dari bulan2 terbaik dalam hidup kami. Setiap hari kami menghitung uang yg telah kami tabung. Di malam hari kami duduk dalam kegelapan dan berbicara tentang persembahan tersebut. Di gereja kami ada 80 orang, jadi kami memperkirakan bahwa berapa pun jumlah uang yg bisa kami berikan, persembahan itu akan 20 kali lipat lebih banyak. Setiap hari minggu, pak Pendeta mengingatkan semua orang utk menabung utk persembahan khusus tsb.

Sehari sebelum hari persembahan itu, Ocy dan saya berjalan ke toko bahan pangan dan meminta menajernya memberi kami 3 lembar uang $20 dan selembar uang $10 sebagai ganti semua uang receh kami. Malam itu kami begitu bergairah sampai2 kami tidak bisa tidur. Kami tidak peduli bahwa kami tak akan punya baju baru karena kami punya $70 utk persembahan. Kami tak sabar utk pergi ke gereja.

Pada hari mingu kami pergi ke gereja dan kami tidak memiliki baju baru, tetapi kami membawa 70 dollar untuk dipersembahkan (kami belum pernah memiliki uang sebanyak itu). Kami menyerahkan persembahan itu masing-masing (3 lembar 20$ dan 1 lembar 10$), kemudian kami pulang dan makan siang.

Sore hari Pendeta (Gembala) gereja kami datang ke rumah kami dengan mobilnya dan bertemu dengan ibu kami di pintu sejenak dan pergi lagi, ibu kembali dengan sebuah amplop ditangannya. Kami bertanya, namun ia diam saja, kemudian membuka amplop itu dan terjatuhlah seberkas uang, 3 lembar uang 20 dollar dan 1 lembar uang 10 dollar, serta uang 17 dollar lainnya. Kami terdiam untuk beberapa waktu, ibu memasukkan kembali uang itu, kami tidak bisa bicara satu sama lainnya, perasaan kami begitu sedih. Padahal kami biasanya sering meminjamkan peralatan rumah kepada tetangga atau memberikan makanan kalau ada yang memerlukannya. Saya tahu bahwa kami tidak punya banyak hal dikeluarga kami, tetapi saya tidak pernah menganggap keluarga kami miskin. Ternyata kami yang dianggap paling miskin di dalam gereja kami, dan kami menjadi merasa sangat miskin sekali pada waktu itu.

Pada minggu berikutnya kami tidak ingin pergi ke gereja, namun ibu memaksa kami harus ke gereja. Ibu bertanya mau diapakan uang itu, kami juga tidak tahu. Di gereja yang berkhotbah adalah seorang misionaris dan berbicara mengenai proyek pembangunan gereja di Afrika yg membutuhkan uang untuk membeli atap sebesar 100 dollar. “Tidakkah kita bisa berbuat sesuatu untuk menolong orang-orang itu”? Kami berpandang-pandangan dan saling mengangguk tersenyum, kemudian ibu mengeluarkan amplop dari tas, meletakkannya di piring persembahan. Kemudian pendeta mengumumkan bahwa terkumpul 100 dollar lebih.

Misionaris itu sangat gembira dan tidak menyangka bahwa gereja kecil kami bisa menyumbang uang sebanyak itu, ia berkata “Pasti ada orang kaya di gereja kalian ini.” Kalimat itu menyentak kami. Kami telah memberi $70 dari $100 lebih. Kamilah keluarga kaya digereja kami seperti yg dikatakan oleh misionaris itu. Sejak saat itu saya tak pernah merasa sebagai orang miskin lagi. Saya selalu ingat betapa kayanya saya karena saya memiliki Tuhan.

Sumber: inspirasijiwa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar